Abu Di Lheu (Jeunieb). Tgk H. Abdushsamad Bin Tgk Mudajini


"ABU DI LHEUE"
Merupakan Pendiri Dayah Darul Falah, Beliau Juga Bernama Lengkap 
Tgk H. Abdussamad Bin Tgk Mudajini.

Beliau Terlahir Di Desa Krueng Kiran, Uleegle Di Tahun 1933.
Beliau Di Gelar Dengan Laqab Abu Di Lheue, Dinisbahkan Kepada Sebuah Desa Di Jeunieb, Tempat Pertama Beliau Mendirikan Dayah.

Sebagian muridnya juga menyebutkan beliau dengan Sebutan "ABU BALEE", sebuah gelar yang juga banyak disematkan kepada : Para ulama dayah lainnya, karena pengabdian mereka yang begitu besar untuk beut dan seumeubeut di atas balee.

ABU DI LHEUE,
merupakan anak yang kedua dari tiga bersaudara. Salah satu kebiasaan unik yang sering dilakukannya adalah mencukur rambut semenjak duduk dibangku sekolah dasar.

Beliau sudah memperlihatkan kelebihan dan kesalehan semenjak kecil.  Sifatnya yang pendiam dan tidak menyukai perbuatan-perbuatan tercela, merupakan cikal bakal terbentuknya "AKHLAK TASAWUF" dalam kepribadiannya.

Ayahnya yang bernama tgk Mudajini adalah seorang masyarakat biasa, namun asal-usulnya berasal dari keturunan orang-orang yang saleh dan alim.

Tgk Mahyeddin Bin M Daud (Ayah Nubok) menuturkan bahwa salah seorang paman abu di lheue, yang Bernama "Teungku Hamba" Adalah Seorang Ulama Yang Memiliki Karamah Di Kawasan Jeulanga Ulee Glee.

Menurut pandangan islam, silsilah keturunan memegang peranan penting dalam menentukan karakter kepribadian seseorang, disamping pengaruh lingkungan dan jalur pendidikan yang ditempuhnya.

Namun hal itu tidak menutup kemungkinan lahirnya ulama dari keturunan orang biasa.
Semua itu tergantung usaha, perjuangan dan DOA seseorang.

Tentunya tak terlepas dari taqdir dan hidayah allah swt, karena secara hakikat, posisi dan kedudukan manusia telah ditentukan semenjak dalam azali.

RIWAYAT PENDIDIKAN ABU DI LHEUE,
memulai pendidikan dasarnya
Di SRI Jeulanga, Ule GLE - PIDIE JAYA.
SRI adalah sekolah rakyat Indonesia atau sederajat dengan SD (Sekolah Dasar ) sekarang.         

Namun, sekolah dasar saat itu telah mengajarkan kitab-kitab kuning sebagaimana kurikulum DAYAH, seperti :
FIQH, TAUHID, NAHWU, SYARAF, TAFSIR, TARIKH, dan lain-lain. Oleh karenanya, guru yang mengajar tidak dipanggil bapak, tetapi dipanggil Teungku.

Hal itu berpengaruh secara psikologis terhadap para murid, karena murid menganggap gurunya sebagai ulama, sehingga ketakzimannya lebih besar dan ilmu yang diperoleh lebih berkah.

Setelah tamat dari SRI, beliau melanjutkan ke "DAYAH MANYANG GAMPONG MUELUEM" PIMPINAN TGK H. MUHAMMAD JAMIL (TGK. ABU GAMPONG MULUEM) SELAMA 7 TAHUN. 

Kebiasaan santri pada masa itu, setelah menamatkan kitab-kitab besar dan menengah didaerah asalnya, mereka melanjutkan pendidikan tingkat tinggi (Aliyah) kepada 
ULAMA-ULAMA BESAR DI ACEH ATAU LUAR ACEH. 

Demikian Juga Dengan "Abu Di Lheue" Beliau Telah Menguasai Kitab-kitab Tersebut Dan Sering Melakukan "Khulwah Ketika Masih Belajar Di Gampong Mueluem Dengan Mengambil Ijazah "Thariqat Khulutiyah Dan Syathariyah" Dari Abu Gampong Meuluem.

Kecintaan pada ilmu dan ulama disamping kondisi politik yang tidak stabil dengan meletusnya pemberotakan DI/TII pada tahun 1953 mendorongnya untuk HIJRAH DARI DAYAH GAMPONG MEULUEM DAN MELANJUTKAN PENDIDIKANNYA KE "DAYAH DARUSSALAM LABUHAN HAJI" ACEH SELATAN DIBAWAH PIMPINAN ULAMA YANG SANGAT TERKENAL YAITU 
ABUYA SYAIKH MUDA WALY AL-KHALIDY.

Dalam rentang waktu 7 tahun lebih "ABU DI LHEUE" bersama kawan-kawannya mempelajari berbagai disiplin ilmu dari 
ABUYA SYAIKH MUDA WALY AL-KHALIDY DAN GURU-GURU SENIOR LAINNYA DI DAYAH DARUSSALAM LABUHAN HAJI.

DIANTARA GURU BELIAU ADALAH :
Abuya Prof. Dr. Muhibuddin Wali,
Abon Abdul Aziz Samalanga dan ABU TU  BLANG BLADEH.
Dan Salah satu kawan seangkatannya adalah 
ABU LAM ATEUK, 
Tgk Muhammad Bin Zamzami atau sering disebut 
ABU AHMAD PERTI, PIMPINAN  DAYAH ISTIQAMATUDDIN DARUL MU'ARIF LAM ATEUK ACEH BESAR.

KETEKUNAN "ABU DI LHEUE" DI DAYAH LABUHAN HAJI.
ABU DI LHEUE,
Bukanlah berasal dari keluarga yang Berada. Ayahnya sudah meninggal ketika usia beliau masih kecil.

Namun, hal itu tidak menghalanginya untuk menuntut ilmu kepada ulama-ulama yang terkenal pada masanya. Untuk memenuhi kebutuhannya selama medagang (menuntut ilmu), beliau harus bekerja secara mandiri, seperti pergi ke sawah memotong padi penduduk desa dan menjadi tukang kayu untuk mendapatkan upah sebagai biaya kehidupan sehari-hari, membeli kitab, biaya transportasi, dll.

Dalam perjalanan menuju dayah Darussalam Labuhan Haji, beliau turut membawa sabit sebagai alat untuk mencari rezeki.

Harga kitab saat itu sangat mahal, ditambah lagi biaya perjalanan jauh, sehingga nenek dan kerabat orang tuanya juga turut membantu beliau untuk memenuhi perlengkapan selama menuntut.

Salah satu family yang turut membantu biaya selama menuntut ilmu adalah "TGK ISMAIL BEURAMAT", Yang kelak menjadi mertuanya.

Semangat menuntut yang besar mampu mengalahkan kondisi ekonomi yang kurang mapan. Demikianlah yang dipraktekkan oleh ABU DI LHEUE. 

Semangat dan ketekunannya untuk belajar sangat tinggi (Himmah Aliyah).
Beliau mengesahkan kepada muri-muridnya, bahwa bila musim panen tiba, sebagian santri sering pergi ke sawah sehingga beberapa bulan lamanya.

Namun pada malam hari tetap mengaji, walaupun dalam keadaan lelah.
Beliau membangunkan sang guru ( ABU LAMLO ) untuk mengulang kitab pada jam 3 malam.

Pengajian dimalam hari masih menggunakan “PANYOET CILOET" karena belum ada lampu seperti sekarang ketika “panyot cilot” sudah padam karena kehabisan minyak, maka "ABU DI LHEUE" pergi ke samping pelepah rumbia yang agak menyala sedikit warnanya, sehingga nampaklah matan kitab walaupun agak samar-samar.

MENDIRIKAN DAYAH.
SETELAH MENIKAHI SEORANG WANITA YANG BERNAMA :
HJ. LATHIFAH BINTI TGK ISMAIL BEURAMAT, ABU DI LHEUE KEMBALI MENUNTUT ILMU SELAMA TIGA TAHUN LAGI DI DAYAH DARUSSALAM LABUHAN HAJI.

Hal ini dilakukan karena semangat menuntut ilmu masih Terus membara Pada diri "ABU DI LHEUE" dan istrinya juga masih tergolong muda (18 tahun).

MAKA SEBAGAI KENANGAN
UMMI HJ LATHIFAH MEMBERIKAN SEHELAI KAIN BATIK KEPADA ABU LHEUE, DAN ABU LHEUE MEMBERIKAN KAIN SARUNG KEPADA UMMI. 

Sepulangnya dari Dayah Darussalam Labuhan Haji "ABU DI LHEUE", mengabdi sebagai GURU DI DAYAH DARUL ATIQ ULEE KEUDE JEUNIEB.
(Di 1962-1964) YANG SAAT ITU BERADA DIBAWAH KEPEMIMPINAN 
TGK DHIAYUDDIN BIN TGK M THAIB, 
(menantu tgk Muhammad saleh, ayah dari Abon Abdul Azis Samalanga).

MERTUA ABU DI LHEUE, 
TGK ISMAIL BEURAMAT ADALAH 
IMUM SYIK MASJID SYUHADA 44 DI DESA LHEUE, YANG JARAKNYA LEBIH KURANG 4 KM DI SEBELAH SELATAN KOTA JEUNIEB. 

MASJID SYUHADA 44 ADALAH SEBUAH MASJID BERSEJARAH.

tempat berlansungnya pengajian para santri semenjak zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Pengajian dilakukan dibawah bimbingan IMUM SYIEK.

Ketika Imam Syiek meninggal, kewajiban mengembangkan ilmu agama dipundakkan kepada TGK HANAFI.

Pada masa penjajahan jepang, terjadilah peperangan antara masyarakat Lheue dan sekitarnya dengan tentara jepang. Berbondong-bondong santri dari Dayah masjid tersebut (saat itu belum diberi nama)
yang terjun dalam peperangan, sehingga sebagian mereka menemui ajalnya dalam keadaan SYAHID.

Mereka bersemanyam dalam makam yang diberi nama 
MAKAM SYUHADA 44
(SESUAI DENGAN JUMLAH YANG SYAHID 44 ORANG) YANG TERLETAK DISEBELAH UTARA MEUNASAH LHEUE SIMPANG.

Setelah itu kondisi dayah sangat vakum dan tidak ada kegiatan pengajian lagi. 

Pada tahun 1945,
setelah Negeri memproklamirkan kemerdekaannya, dayah yang belum ada nama tersebut kembali aktif dalam segala kegiatannya.

Karena situasi sudah DAMAI, para santri pun kian bertambah. Namun hal itu tidak berlansung lama, munculnya gerakan DI/TII menyebabkan aktifitas belajar kembali lesu.

TGK HANAFI, SERTA BEBERAPA ULAMA LAINNYA TERPAKSA MENGASINGKAN DIRI MENGHINDARI FITNAH YANG DILAKUKAN OLEH KELOMPOK YANG TIDAK SENANG DENGAN ILMU AGAMA. 

Setelah perjanjian damai antaara gerakan DI/TII dengan pihak pemerintah, "TGK HANAFI" merasa tidak sanggup lagi untuk membimbing para santri karena usianya yang semkain tua.

Demi menjaga ilmu agama agar tetap dalam dada manusia, maka "TGK HANAFI" membebankan hak kepemimpinan Dayah kepada "IMUM SYIEK MASJID" saat itu.

HARI-HARI PUN BERLALU DAN TAHUN PUN BERGANTI, SEHINGGA PADA TAHUN 1964, IMUM SYIEK MASJID
DIJABAT OLEH TGK H ISMAIL BEURAMAT.

Sejak saat itu beliau mulai bercita-cita untuk menghidupkan kembali  pengajian di MASJID SYUHADA 44.

Pada suatu hari,
beliau melakukan musyawarah dengan lapisan masyarakat kemesjidan Lheue untuk menyampaikan cita-citanya tersebut.
Masyarakat pun menyambut dengan antusias gagasan 
"TGK ISMAIL BEURAMAT".

Akhirnya, mereka sepakat untuk memberikan kepercayaan kepada :
TGK H ABDUSSAMAD BIN TGK MUDAJINI
(menantu Tgk Ismail Beuramat) sebagai orang yang bertanggung jawab penuh dalam menghidupkan kembali dayah yang telah lama tidak terurus, sehingga bisa kembali eksis dalam menyiarkan ajaran islam dalam membendung faham sesat yang meresahkan masyarakat. 

ABU DI LHEUE,
mulai meletakkan fondasi pembangunan dayah yang diberi nama "DAYAH DARUL FALAH" (Negeri Kemenangan) sebuah nama yang serat dengan doa dan harapan kepada Allah STW.

Agar dayah tersebut dapat mejadi lembaga yang mendatangkan kemenangan dunia dan akhirat.

Hal itu dilakukan saat usianya melewati  30 tahun, tepatnya pada tahun 1964. Beliau menjadi PIMPINAN DAYAH DARUL FALAH, selama priode 1964-2004 atau genap 40 tahun, suatu rentang waktu yang sangat lama, bila dibandingkan dengan rata-rata masa kepemimpinan para ulama lainnya di berbagai Dayah Di ACEH.

lamanya rentang waktu pengabdian beliau, menjadikannya sebagai sosok ULAMA YANG DISEGANI DAN DI RINDUKAN OLEH BERBAGAI KALANGAN.

DAYAH DARUL FALAH PADA MULANYA TERLETAK DIDALAM KOMPLEK MASJID SYUHADA 44 DI DESA LHEUE, TETAPI KEMUDIAN DIPINDAHKAN KE SEBRANG SUNGAI DIATAS SEPETAK TANAH WAQAF MASJID DESA MEUNASAH TUNONG LUENG KEC. JEUNIEB, Kab BIREUEN. 

Berkat kegigihan dan keyakinan ABU DI LHEUE, para santri terus bertambah dari waktu kewaktu, hingga mencapai ratusan dan ribuan alumni yang tersebar keberbagai wilayah seperti 
ACEH TIMUR, ACEH UTARA, PIDIE, ACEH TENGAH, ACEH SELATAN dan lainnya.

Masyarakat pun turut memberi tenaga, fikiran, maupun harta. Dengan bermodalkan sebuah balai dan empat unit bilik, ABU DI LHEUE memulai langkah untuk melakukan suatu perubahan besar, yakni mendidik dan mencetak kader-kader ulama dimasa yang akan datang.

ABU DI LHEUE MEMILIKI AZAM YANG KUAT DALAM MENDIRIKAN DAYAH, BELIAU BENAR-BENAR MANYAKINI 
FIRMAN ALLAH SWT :
dan orang-orang yang bersungguh-sungguh kepada kami, niscayaa kami tunjuki mereka jalan-jalan kami.
(QS : al-Ankabut : 69)

Dengan hadirnya santri dan guru Dayah Darul Falah, masyarakat semakin tercerahkan dalam hidupnya syiar pengajian di meunasah-meunasah, ceramah dan khutbah jumat, dalail khairat, zikir barzanji, prosesi pelaksanaan farzu kifayah terhadap jenazah juga turut dihadiri oleh para santri dan guru dayah.

Hal ini semakin menguatkan hubungan masyarakat dengan dayah, yang memiliki dampak posistif terhadap perkembangan dayah kedepan.
Pada awal pendiriannya,
Dayah Darul Falah hanya hanya menerima para santriwan.

NAMUN SEIRING BERJALANNYA WAKTU, SEKITAR TAHUN 1990 ABU DI LHEUE, MENDIRIKAN DAYAH KHUSUS PUTRI YANG DIBERI NAMA DAYAH DARUN NAJAH.
HAL INI DILAKUKAN ATAS SARAN 
ABU RUSLAN WALY. 

Abu di Lheue mempercayakan kepada salah seorang muridnya yang bernama : Tgk Jailani bin M. Ali untuk mengelola dayah putri tersebut. 

Selama sepuluh tahun pertama, ekonomi dayah belum begitu mapan bahkan sebagian santri kadang membangun bale dengan seadanya sendiri, seperti dilakukan oleh Tgk Mahyeddin bin Tgk.M. Daud yang membangun sendiri balee trieng (bale yang terbuat dari bambu) namun, seiring berjalannya waktu, Allah STW semakin membuka pintu-pintu rezeki kepada ABU DI LHEUE, sehingga pembangunan DAYAH terus mengalami peningkatan dari tahun-ketahun.

Aset-aset dayah yang diwaqaf kan oleh masyarakat tersebar diberbagai sector, seperti tanah sawah puluhan hektar
(lebih dari 40 naleh) dengan hasil 30-40 ton lebih setiap kali panennya.

ABU DI LHEU,
tidak mengandalkan bantuan pemerintah.
Tetapi sektor pertanianlah yang menjadi andalan pembangunan Dayah.

”BAH TATUROET ENDATU NABI ADAM,
TA MEUTANI MANTONG,
INAN BUET BEREUKAT. 
(biarlah kita meniru nenek moyang kita nabi adam.
Kita bertani saja karena disitu terlekat keberkatan).

Begitulah nasehat beliau kepada santrinya. Disamping itu.
DAYAH DARUL FALAH juga memiliki kebun beberapa unit koperasi dan toko besi dikota jeunieb dan peulimbang.

Rezeki yang mudah dari berbagai sektor tersebut menjadikan DAYAH DARUL FALAH semakin mandiri.

NAMUN HAL ITU TIDAK MENGGANGGU KONSISTENSI "ABU DI LHEUE" DALAM MENGAJAR DAN BERIBADAH KEPADA ALLAH SWT, KARENA REZEKI ITU BUKAN SEBAGAI TUJUAN UTAMA (makasshid).

tetapi rezeki itu dijadikan intisari (sarana) untuk memajukan agama, memperbaiki fasilitas ibadah, membangun asrama santri dan kemaslahatan lainya.

beliau tidak menghabiskan waktu untuk mencari rezeki, tetapi rezeki datang dari berbagai penjuru,salah satunya sedekah dari masyarakat.

INILAH KARUNIA YANG DIBERI OLEH ALLAH SWT, KEPADA HAMBA-HAMBA YANG BERTAQWA, SEBAGAIMANA TERSEBUT DALAM FIRMANNYA :

"BARANG SIAPA YANG BERTAQWA KEPADA ALLAH, NISCAYA DIA AKAN MENJADIKAN JALAN KELUAR BAGINYA DAN MEMBAGIKAN REZEKI KEPADANYA DARI ARAH YANG TIDAK DI SANGKA-SANGKA.
(QS : al-Thalaq : 2 - 3)

KEPRIBADIAN DAN KEISTIMEWAAN ABU DI LHEUE. SEMANGAT TINGGI UNTUK" BEUT 
DAN SEUMEUBEUT".

ABU DI LHEU,
mengajarkan ilmu yang mencakup semua bidang yang terdapat dalam kurikulum dayah pada umumnya. namun yang paling menonjol dari beliau adalah "ILMU TASAUF". 

oleh karenanya, beliau sangat mencintai kitap-kitap TASAUF seperti kitap sirajuththalibin dan lain.disamping itu, semangat beliau yang sangat besar ketika mengajarkan kitap-kitap tafsir dan kaedah-kaedah fiqihpun sangat sering beliau kemukakan dalam proses pembelajarannya.

ABU DI LHEUE,
ADALAH SEORANG ULAMA YANG FOKUS UNTUK SEUMEUBEUT DIDAYAH, SEHINGGA KITAP-KITAP BESAR SEPERTI :
mahli dan fathul wahhap sudah
di ajarkan berkali-kali tamat.

Bahkan pada awal-awal berdirinya dayah,beliau tidak mengadakan pengajian untuk masyarakat keluar kampung.

Hal ini bertujuan untuk mencetak kader guru seperti dikemukakan oleh muridnya, AYAH NUBOK,“ untuk melahirkan kader Para
TGK-TGK HARUS ISTIQAMAH LAM SEUMEUBEUT DI DAYAH SELAMA  5 TAHUN 
(tidak menyibukkan diri dengan urusan diluar dayah)
”setelah memiliki beberapa kader dewan guru, barulah tinggi.

Tangannya asyik memukul meja di depannya dengan pukulan-pukulan yang ringan, sedangkan mulutnya terus mengurai penjelasan-penjelasan yang rumit dari masalah FIQIH. 

Bila ABU DI LHEUE,
sudah berkelakuan demikian, maka muridnya harus fokus untuk menangkap harus dan memahami penjelasan dari ABU DI LHEUE.

kebiasaan ABU DI LHEUE tersebut tidak terjadi hanya sekali, tetepi sudah menjadi kebiasaan beliaubila menjelaskan persoalan-persoalan musyiqilah.
Tidak marah dalam menghadapi debatatan Dalam mengajar,
ABU DI LHEUE MENGGUNAKAN DUA METODE YAITU  METODE CERAMAH DAN METODE DEBAT. 

DALAM METODE CERAMAH, ABU MEMBACA,
MENGARTIKAN DAN MENSYARAHKANNYA. 
SEDANGKAN DALAM METODE DEBAT, ABU MENYURUH MURID UNTUK MEMBACA KITAB, MENGARTIKAN DAN MENSYARAHKANNYA,
KEMUDIAN MUNCUL PERDEBATAN ANTARA SESAMA SANTRI DAN ABU YANG MENJADI HAKIMNYA.

ABU DI LHEUE,
tidak marah kalau di debat, selama memiliki nilai ilmiah dan bermanfaat.

Pernah suatu waktu,
tgk Mahyeddin bin M DAUD. (AYAH NUBOK), mendebat syarahan ABU ketika mengajarkan kitab "MAHALLI JUZUK 3", padahal kitab yang di baca baru beberapa baris saja.

Perdebatan (muzakar) itu berlangsung sekitar 2 jam. Santri-santri yang lain, ada yang mulai menampakkan rasa bosannya, tetapi "ABU 
DI LHEUE" tidak menampakkan rasa jengkel dan rasa marah sedikitpun, bahkan beliau menjawab debatan-debatan tersebut dengan argumen-argumen ilmiah. Mengappresiasi pendapat murid.

ABU DI LHEUE,
mengappresiasi (menghormati) setiap syarah (penjelasan) yang dikemukakan oleh murid.

ketika tgk mahyeddin bin M Daud mengemukakan suatu surah yang di hafalnya lengkap dengan referensi nash-nash kitap, juz dan halamannya, ternyata 
ABU DI LHEUE,
tak sungkan-sungkan menelaah dan meneneliti kembali surah dari murid tersebut.
ini menggambarkan bahwa "ABU DI LHEUE" memiliki sifat tawazzuk dan tidak sombong.

Salah satu bentuk apresiasi "ABU DI Lheue" terhadap murid adalah dengan menerima santri dari kalangan muallaf
(orang yang baru masuk islam).

Ada seorang muallaf yang bernama salihin
(nama setelah masuk islam) berasal dari tapanuli.
Selama 6 bulan, santri ini belajar terlebih dahulu pada Tgk mahyeddin bin M. Daud.
karena tgk mahyeddin bin M. Daud termasuk guru yang fasih berbahasa Indonesia.

akhirnya, tgk salihin ini berhasil dalam pengajiannya hingga tamat kitap iyannah dan kembali Ke Daerahnya untuk "SEUMEUBEUT DAN MENEGAKKAN PANJI AHLUSSUNNAH WALJAMAAH". 

MENYELEKSI DAN
MEMBIMBING DEWAN GURU.

ABU DI LHEUE,
sangat ketat dalam meyeleksi guru-guru yang diberi izin untuk mengajar. beliau mewajibkan para guru
yang seumeubeut untuk muttalaah (belajar) terlebih dahulu.

ABU DI LHEUE,
sering memantau setiap proses pembelajaran yang sedang berlangsung di suatu kelas. bila terjadi kesalahan surah (penjelasan dan uraian kitap) pada guru, ABU DI LHEUE tak sungkan-sungkan menegur dan mempebaiki langsung di hadapan murid hal ini untuk mendidik para guru agar benar-benar tepat dan tidak sembarangan dalam menjelaskan hukum agama.

TEGAS DALAM AMAR MAKRUF NAHI MUNGKAR.

ABU DI LHEUE,
selalu tegas dalam mengajak dalam kebaikan (amar makruf ) dan mencegah setiap kemungkaran
(nahi mungkar).

KETEGASAN ABU DI LHEUE MENJADIKANNYA SEBAGAI SOSOK YANG DI SEGANI.

beliau langsung memberi peringatan, teguran dan dan hukuman bagi sntri-santri yang melanggar, bahkan tidak sungkan untuk mengeluarkan mereka dari dayah, bila kesalahannya sangat fatal.

Pernah seorang santri langsung di keluarkan dari dayah, karena terbukti suka keluyuran dalm kampung di seputar.
ABU DI LHEUE juga tegas dalam mengontrol dalam pembangunan dayah.

Bila ada tukang yang kerjanya kurang bagus, beliau langsung menegurnya, demkian juga ketegasan beliau dalam menerbitkan peraturan di dayah. Setiap tamu di izinkan menginap 3 hari.

Apabila lebih dari 3 hari maka ABU DI LHEU akan langsung menegur santri yang menerima tamu tersebut.
Hal ini di lakukan, untuk ketertiban dan keamanan dayah, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.      

BENCI KEPADA
PERBUATAN SIA-SIA.

ABU DI LHEUE,
MERUPAKAN ULAMA YANG TIDAK SUKA DENGAN PERBUATAN DAN PERKATAAN YANG SIA-SIA.

Bila melihat santri banyak menghabiskan waktu di kedai kopi, maka beliau tidak segan-segan menegurnya. Bahkan beliau pernah memberi nasehat kepada santri dengan bahasa kiasan (maja)
“BEK GALAK JEUT KEU KAMENG KEUDE”.
Maksudnya janganlah membuang waktu percuma di pasar. 
Di siplin dalam beribadah dan pengalaman THARIQAT.

ABU DI LHEUE,
adalah penganut dan penyebar TARIKAT SYATHARIYAH, dahiriah (pengalaman zikir secara zahir jihar), tarikat samadiah dan tarikat khulwatiah.

Pengalaman tarikat telah di mulai sejak beliau menjadi santri di dayah manyang gampong meuluem.
Kebiasan itu terus di lanjutkan ketika menjadi pimpinan dayah.

Oleh karenanya, setiap bulan syakban dan RAMADHAN TIBA, 
ABU DI LHEUE,
memimpin murid-muridnya di dayah untuk melalukan khulwah, samadiah dan tahlil.

MEMILIKI KARAMAH DAN MUSTAJABAH DOA. ABU DI LHEUE  ADALAH SOSOK ULAMA YANG DISEGANI. SANGAT PANTANG, ORANG MEMBANGKANG DAN MENYAKITI ABU DI LHEUE.

Ada seorang penduduk yang berani menggertak ABU, akibatnya ia mengalami gangguan jiwa.

BILA BULAN RAMADHAN TIBA BANYAK SANTRI YANG MENGAMBIL IJAZAH TARIKAT. 
KHUSUS KEPADA SANTRI YANG TELAH MENGAJI, IJAZAH TERSEBUT DI BERIKAN. 

Ada seorang santri yang ingin masuk tarikat, ABU DI LHEUE, BERTANYA........! 
”apa benar anda masih mengaji...?
Santri itu menjawab bahwa ia masih mengaji.

RUPANYA SANTRI TERSEBUT BERBOHONG. 
AKIBATNYA IA MENGALAMI GANGGUAN JIWA. 

TGK MAHDI BIN UMAR 
(waled krueng kiran ) menyebutkanj bahwa masyarakat di Keude Jeunieb pernah menceritakan tentang kejadian di tahannya sepeda motor
"ABU DI LHEUE" saat razia di jalan.

Aparat yang bertugas kebetulan tidak menegenal ABU DI LHEUE saat sepeda motornya akan diangkat saat dibawa kekantor, ternyata mereka tidak sanggup mengangkatmya.

ABU DI LHEUE,
SOSOK ULAMA YANG MUSTAJABAH DOA. 
BILA ADA YANG BERBOHONG PADA ABU, TAK JARANG ALLAH MEMBERIKAN BALASAN ORANG TERSEBUT. 

SANGAT MENJAGA AMANAH ABU DI LHEUE.

Beliau seorang seorang ulama yang sangat terpercaya (AMANAH), khususnya dalam negelola harta. Hal ini sesuai dengan penuturan murid yang bernama :
TGK ABDUL HADI BIN M ALI (WALED GAMPONG GAJAH, BEUREUNUEN).

Harta yang dikelola ABU DI LHEUE tercatat secara mendetil pemasukan dan pengeluaran.

Harta tersebut berupa harta pribadi ABU.
harta milik Dayah Darul falah, harta Dayah Darun Najah, harta masjid shuhada 44 dan harta titipan masyarakat. 

SABAR DALAM MENGHADAPI TANTANGAN.

ABU DI LHEUE,
juga mengalami tantangan dan rintangn dalam memimpin dayah, baik itu gangguan yang bersifat lahir maupun batin.

Hal itu lazim yang dihadapi oleh ulama-ulama pimpinan dayah. Gangguan ghaib terhadap didri dan keluarganya, beliau hadapi denagn sabar dan membentangi dengan doa dan wirid-wiridnya. 

MENCINTAI DAN
MENGHORMATI GURU
ABU DI LHEUE SANGAT MENGHORMATI GURU-GURUNYA. 

Pada saat ABU DI LHEU meudagang di Dayah Labuhan Haji,
ABUYA MUDA WALY SERING SAKIT, SEHINGGA BELIAU SERING BELAJAR PADA 
ABUYA PROF. MUHIBUDDIN WALY,
ABON ABDUL AZIZ SAMALANGA,
ABU TU  BLANG BLAHDEH.

namun peutuah dari ABUYA tetap terekam dari ingatannya. 

MENJALIN SILATURAHMI
DENGAN PARA ULAMA.

ABU DI LHEUE,
termasuk salah satu ulama yang menonjol pada masanya.
Beliau hidup sesama dengan beberapa ulama lainnya Di Wilayah jinieb dan sekitarnya, seperti Tgk Affan pandrah,
Tgk. H. Abdul Wahhab,
Tgk Dhiyauddin dan lain-lain.

Beliau mengikat hubungan dengan ulama-ulama yang pernah menjunjung dayah beliau untuk bersilaturrahmi dan bertukar pendapat, seperti 
Tgk Jailani kuala bak U Aceh Selatan, (guru abuya muda waly), Abu Tanoh Mirah,
Abu Bathee Lhee,
Tgk Adnan Ulee Madon Cot Trieng.

Ulama-ulama tersebut berkunjung kedayah sering bermalam di bilik Tgk Mahyeddin bin M. Daud.  

BIJAKSANA DAN TEKUN DALAM MENDIDIK MASYARAKAT.

ABU DI LHEUE,
kerap terjun lansung kedalam masyarakat untuk memimpin Masyarakaat, SAMADIAH, TAHLILLAN, dan menyelesaikan persoalam FARAID. Mayarakat sering datang kedayah untuk meminta fatwa kepada ABU DI LHEUE tentang masalaah-masalah yang sering terjadi dalam kehidupan hari-hari mereka.

"ABU DI LHEUE" adalah seorang yang bijaksana dalam memutuskan hukum suatu perkara, beliau mampu mendamaikan suatu pertikaian, persetruan dan percekoan,
dalam masyarakat.

Setiap hari jumat, ABU DI LHEUE mengajar kitab Ianatuth Thalibin dan kitab tafsif  jalalain di Mesjidil Syuhada 44.
Beliau sangat disiplin dan mengajar pada hari jumat. 

MEDUKUNG PEMERINTAH YANG ADIL. 

ABU DI LHEUE,
mendukung setiap keputusan pemerintah, selama berlaku adil dan tidak bertentangan dengan AQIDAH AHLUSSUNNAH WALJAMAAH.
Seperti penentuan awal ramadhan dan awal syawal tetap mengukuti keputusan dari mentri agama.

PETUAHNYA MENYENTUH JIWA. 
ABU DI LHEUE SERING MENUTURKAN KALAM HIKMAH YANG SARAT MAKNA DAN MENYENTUH JIWA, DIANTARANYA :
Seumateh Leumah Lembut Meunorot Bahagia,
Kreuh Ceukang Bantahan Ceulaka
Manyak-Manyak Bek Beut Beurekat,
Reutak-Reutak Lon Jeut Beut Beurekat.
Ureung Beut Masa Jamen Lee, Tapi Ureung Bit Beut Dit That.
Ureng Beut Akhe Jameun Lee, Tapi Ureung Bit Seumeubeut Dit That.
Dayah Nyoe Ukeu Linggong Rayok,
Ureung diMeuabeh-Abeh bak Dayah.
Tanyoe Beujeut keuManok Peulet, Bek Jeut keuManok Bulee.

MEUNYE TANYOE TEUNGOH TABEUT, KEU SAUDARA BEK THAT TAPEUREUMEUN. 

GEUTANYOE BEK MEULIMEH-LIMEH BAK UREUNG KAYA,  DAN BEK MEULIMEH-LIMEH BAK PEMERINTAH. 

ALUMNI-ALUMNI SENIOR DIDIKAN ABU DI LHEUE.
Beberapa alumni senior yang terekam oleh penulis antara lain : Tgk Mahyeddin bin M. Daud ( ayah nubok dan khatib masjid jeulanga Ulee Glee dan ulama yang dihormati oleh masyarakat.

Drs Abu Bakar Karim, SH. MM (pimpinan dayah dan wakil rector IAIN medan).
Abon Muhammad Cot Tareum ( pimpinan dayah dan ketua MPU Bireun),
Tgk Abdul Ghani Peudada ( pimpinan dayah),
Abi Zainal Abdidin Idi Rayeuk (pimpinan dayah dan khatib masjid idi rayok),
Tgk Mahdi Umar ( waled krueng kiran, pimpinan dayah : DARUSSALAM AL-WALIYAH
AL- SHAMADIYAH krueng kiran, dan khatib masjid blang miroe, pidie jaya).
Tgk Muhammad Azzawahiri ( waled ulim pimpinan dayah raudhatul ulum, anggota MPU, khatib Mesjid ulim baroh pidie jaya). Dan lain-lain.

WAFATNYA ABU DI LHEUE.

SETELAH BERKIPRAH DAN MENGABDI DALAM MENGAWAL AGAMA DAN MEMBIMBING UMAT SELAMA 40 TAHUN (1964-2004), MAKA WAFATLAH ABU DI LHEU SEBAGAI PIMPINAN DAYAH, KHATIB MASJID, GURU DAN PANUTAN UMAT. 

ABU DI LHEUE AKHIRNYA BERPULANG KERAHMATULLAH, 
UNTUK MENEMUI SANG KHALIQ,
PADA TANGGAL 12 RABIUL AKHIR 1425 H /10 juni 2004 M.
disebuah rumah sakit di geureugok, setelah satu bulan menjalani perawatan dirumah sakit Fakinah Banda Aceh.

ABU DI LHEUE,
DIMAKAMKAN DI HALAMAN RUMAH YANG BERADA DI KOMPLEK DAYAH DARUL FALAH, DESA MEUNASAH TUNONG LUENG, JEUNIEB.

ABU DI LHEUE,
memang telah wafat tetapi keteladanan dan pengabdiannya kepada ummat terus dikenang untuk dijadikan rujukan untuk generasi setelahnya. 

TGK MAHDI BIN UMAR,
belajar didyah Darul Falah pada tahun 1987- 1997.
KEMUDIAN BELIAU MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE 
DAYAH DARUSSALAM LABUHAN HAJI PADA TAHUN 1997- 2002.

Sepulangnya dari labuhan haji, beliau kembali kedayah DARUL FALAH pada tahun 2002-2005. Menurut informasi yang disampaikan muridnya,
TGK MAHDI BIN UMAR adalah seorang yang rajin berpuasa senin kamis dan giat mengajar privat (guru peuulang) para santri hingga jam 4 malam,
sangat jarang pergi kepasar dan tidak suka membaca Koran.
( sama seperti gurunya ABU DI LHEUE).

Beliau menasehatkan kepada muridnya untuk serius dalam belajar.
“TANYOE TEUNGOH TABEUT MEUTURI NGON URENG WATE MANOE DAN WATE MAGUEN”.
Begitulah nasehatnya kepada murid, untuk tidak banyak membuang waktu dalam pergaulan.

Setelah Sekian Lama Abu di Lheu Mengawal Agama dan Membinbing Ummat, Maka di Tahun 2003 Berpulang-Lah ABU Ke Rahmatullah, Padamlah Lampu Penerang Bumoe Jinieb Dan sekitarnya.

KETIKA ABU DILHEUE WAFAT, 

beliau diangkat sebagai pimpinan DAYAH DARUL FALAH. 
Namun pada 2005 - dengan berbagai peretimbangan internal dan eksternal-beliau memilih kembali kekampung halamannya DESA KRUENG KIRAN.

Pada tahun 2006,
Tgk Mahdi bin Umar mendirikan dayah didesa krueng kiran dengan nama dayah darussalam as-samadiyah al-waliyah. 

Setelah Sekian Lama Abu di Lheu Mengawal Agama dan Membinbing Ummat, Maka di Tahun 2003 Berpulang-Lah ABU Ke Rahmatullah, Maka Padamlah Lampu Penerang Bumoe Jinieb Dan sekitarnya.

Semoga Allah terus Mencucurkan Rahmad-Nya pada beliau.
Aamiiin Aamiiin Aamiiin.

Sumber :
Dari Anak Rohani Beliau dan dari Berbagai Sumber.