Akhlaq Itu Apa?


بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد

Kedudukan Adab dalam Islam

Adab adalah menggunakan sesuatu yang terpuji berupa ucapan dan perbuatan atau yang terkenal dengan sebutan Al-Akhlaq Al-Karimah. Dalam Islam, masalah adab dan akhlak mendapat perhatian serius yang tidak didapatkan pada tatanan manapun. 

Hal ini dikarenakan syariat Islam adalah kumpulan dari aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah. Ini semua tidak bisa dipisah-pisahkan. 

Manakala seseorang mengesampingkan salah satu dari perkara tersebut, misalnya akhlak, maka akan terjadi ketimpangan dalam perkara dunia dan akhiratnya. 

Satu sama lainnya ada keterkaitan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِفَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
 
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbuat baik terhadap tetangganya.” (HR. Muslim, Bab Al-Hatstsu’ala Ikramil Jaar wadh Dhaif)

Di sini terlihat jelas bagaimana kaitan antara akidah dan akhlak yang baik. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menafikan keimanan orang yang tidak menjaga amanah dan janjinya.

لاَ إِيْمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ، وَلاَ دِيْنَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ
 
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak menjaga amanah dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menjaga janjinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban.)

Bahkan suatu ibadah tidak ada nilainya manakala adab dan akhlak tidak dijaga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): 

Sebagaimana firman-Nya:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut, terhadap mereka. Seandainya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Ali 'Imran: 159)

Pembahasan adab sangat luas cakupannya. Tidak terbatas pada masalah adab terhadap manusia saja. Bahkan pembahasan adab mencakup:

1. Adab terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Yakni dengan seseorang memercayai berita-Nya, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta bersabar atas takdir-Nya. Di dalam dirinya tertanam sikap cinta, berharap, dan takut hanya kepada-Nya. Segala ucapan dan perbuatannya mencerminkan pengagungan dan penghormatan kepada-Nya. 

Namun adab terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak terealisasi dengan baik kecuali dengan mengenal nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sifat-sifat-Nya yang mulia. Demikian pula dengan mengenal syariat-Nya, hal-hal yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang dibenci-Nya, serta (yang tak kalah penting) adanya kesiapan jiwa untuk menerima kebenaran secara total. Ini adalah pokok dari adab. Manakala hal ini tidak ada pada diri seseorang maka tidak ada kebaikan pada dirinya.

2. Adab terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yaitu dengan berserah diri terhadap keputusannya, tunduk kepada perintahnya, dan memercayai beritanya tanpa mempertentangkannya dengan apapun, baik pendapat-pendapat manusia, keragu-raguan, kias (analogi) yang batil, atau dengan menyimpangkan ucapannya dari maksud yang sesungguhnya. 

Termasuk adab terhadap beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak mendahului keputusannya dan tidak mengangkat suara di sisinya lebih dari suaranya. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedang kamu tidak menyadari.” (Al-Hujurat: 2)

Jika mengangkat suara lebih dari suara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa menjadikan batal amal kebaikan seseorang, bagaimana kiranya orang yang menentang sabdanya dengan akal semata atau pendapat-pendapat manusia?!

3. Adab terhadap orang lain.
Yaitu bermuamalah (bergaul) bersama manusia dengan perbedaan status mereka sesuai kedudukannya. Terhadap orangtua, ada adab yang khusus baginya. Bersama orang alim dan penguasa, ada adab yang patut untuk mereka. Dengan tamu, ada adab yang tidak sama dengan keluarga sendiri. Demikian seterusnya.

4. Adab yang umum sesuai keadaan.
Misalnya adab ketika safar, bermajelis, makan dan minum.
Walhasil, beradabnya seorang pertanda kebahagiaan dan kesuksesannya. Lihatlah, bagaimana seseorang dilepaskan dari marabahaya karena baik adabnya terhadap orangtua, setelah sebelumnya terkurung dalam goa yang tertutup pintunya oleh batu besar. (lihat Shahih Al-Bukhari No. 5974)