Suatu hari, seorang tokoh bertamu ke rumah Hasan Al Basri. Sambil menunggu, ia duduk di tempat shalat ulama kharismatik itu. Tiba-tiba tangannya menyentuh sesuatu yang basah di situ. Ia melihat ke atap, tidak ada yang bocor.
Dengan setengah marah, ia berkata kepada keluarga Hasan Al Basri. “Mengapa kalian membiarkan anak kecil masuk ke tempat shalat Syaikh kami?"
“Apa maksud Anda?” tanya istri Hasan Al Basri.
“Lihatlah ini. Ada ompol di tempat shalat beliau. Seharusnya tempat ini disterilkan dari anak-anak” katanya dengan nada menasehati.
“Itu bukan ompol. Bukan pula air yang tumpah. Tetapi ketahuilah, sesungguhnya setiap kali Hasan Al Basri shalat di situ, ia tak kuasa membendung air matanya. Setiap kali sujud, ia menangis dan berderailah air matanya. Hingga tempat itu hampir selalu basah dan tak pernah kering”
Mendengar penuturan itu, betapa tamu tersebut malu. Tetapi, kekagumannya kepada Hasan Al Basri juga kian meninggi.
Saudaraku…
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bisa menangis saat berduaan dengan Allah? Sudahkah kita bisa menitikkan air mata dalam shalat dan sujud kita?
Banyak orang yang bisa menangis ketika berhadapan dengan dua hal; saat ia sangat berbahagia, dan saat ia sedang berduka.
Tak jarang, kebahagiaan yang membuat kita menitikkan air mata adalah nikmat dunia yang sebenarnya tak ada apa-apanya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita menangis saat cita-cita kita terpenuhi, kita menangis saat kita mampu melewati sebuah rintangan dan berhasil mencapai kesuksesan duniawi.
Pun, kita bisa menangis saat ada musibah. Kita bisa menangis saat kehilangan sesuatu. Kita mudah menangis saat kita sakit atau orang yang kita cintai sakit. Kita mudah menangis saat kehilangan orang terdekat.
Lalu mengapa kita sulit menangis saat berduaan dengan Allah? Apakah air mata kita hanya bisa keluar saat kita bahagia mendapatkan dunia dan saat kita kehilangan dunia? Bukankah dunia itu semuanya adalah milik Allah? Lalu mengapa kita tak bisa menangis saat bertemu denganNya?
Bukankah seharusnya ketika kita bisa menangis karena bahagia mendapatkan dunia, kita bisa menangis karena berduaan dengan pemilik dunia? Bukankah seharusnya ketika kita bisa menangis karena kehilangan dunia, kita bisa menangis karena takut kehilangan rahmatNya, takut kehilangan ridhaNya?
“Ada dua mata yang tidak akan tersentuh api neraka” sabda Rasulullah dalam riwayat Tirmidzi,
“mata yang menangis karena takut kepada Allah, dan mata yang berjaga (saat berjihad) di jalan Allah.”
Inilah yang disadari betul oleh para ulama. Dan lahirlah kebiasaan mereka; berduaan dengan Allah dan menangis dalam munajat itu.
Bisakah kita? Atau jangan-jangan, untuk berduaan dengan Allah saja kita belum bisa? Na’udzubillah.