Inilah ‘Umar bin Khaththab radhiyaLlahu ‘anhu, mertua Nabi ﷺ dan menantu ‘Ali bin Abi Thalib radhiyaLlahu ‘anhu. Dialah pemimpin yang banyak dikenang, khalifah yang masyhur karena langkahnya yang sangat sigap untuk mendahulukan rakyat. Ia tak segan memikul sendiri sekarung penuh bahan makanan untuk diantarkan kepada rakyat sepenuh kehormatan. Bukan melemparkan dari unta atau kuda yang menjadi kendaraannya untuk menjadi rebutan rakyat miskin sehingga menjadi tontonan menarik. Ia sangat menjaga kehormatan rakyatnya, meskipun orang yang tak dikenal.
Amirul Mukminin ‘Umar bin Khaththab radhiyaLlahu ‘anhu pernah berkata, “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.”
Ibnu Sa’ad menuturkan di dalam Thabaqatul Kubra. Suatu malam Aslam radhiyaLlahu ‘anhu keluar bersama ‘Umar bin Khaththab radhiyaLlahu ‘anhu ke dusun Waqim. Ketika sampai di Shirar, keduanya melihat ada api yang dinyalakan. ‘Umar radhiyaLlahu ‘anhu berkata, “Wahai Aslam, di sana ada musafir yang kemalaman, mari kita ke sana menemui mereka.”
Aslam dan ‘Umar bin Khaththab radhiyaLlahu ‘anhuma pun segera mendatangi mereka dan ternyata ada seorang wanita bersama anak-anaknya sedang menunggui periuk yang diletakkan di atas api, sementara anak-anaknya menangis. ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Assalamu‘alaiki, wahai pemilik api.”
Wanita itu menjawab: “Wa’alaikassalam.”
Umar radhiyaLlahu ‘anhu berkata, “Kami boleh mendekat?”
Dia menjawab, “Terserah kalian!”
Umar radhiyaLlahu ‘anhu segera mendekat dan bertanya, “Ada apakah kiranya dengan kalian?”
Wanita itu menjawab, “Kami kemalaman dalam perjalanan serta kedinginan.”
Umar radhiyaLlahu ‘anhu kembali bertanya, “Kenapa anak-anak itu menangis
Umar radhiyaLlahu ‘anhu kembali bertanya, “Apa yang engkau masak di atas api itu?”
Dia menjawab, “Air agar aku dapat menenangkan mereka hingga tertidur. Demi Allah ‘Azza wa Jalla kelak yang akan jadi hakim antara kami dengan ‘Umar.”
Maka Umar radhiyaLlahu ‘anhu menangis dan segera berlari pulang menuju gudang tempat penyimpanan gandum. Ia segera mengeluarkan sekarung gandum dan satu ember daging seraya berkata, “Wahai Aslam, naikkan karung ini ke atas pundakku.”
Aslam radhiyaLlahu ‘anhu berkata, “Biar aku saja yang membawanya.”
Umar radhiyaLlahu ‘anhu menjawab, “Apakah engkau mau memikul dosaku kelak di hari Kiamat?”
Maka ia segera memikul sekarung gandum di atas pundaknya dan kembali mendatangi tempat wanita itu. Setelah meletakkan karung tersebut, ia segera mengeluarkan gandum dan memasukkannya ke dalam periuk. Sesudah itu ia memasukkan daging ke dalamya. Umar radhiyaLlahu ‘anhu berusaha meniup api di bawah periuk hingga asap menyebar di antara jenggotnya untuk beberapa saat. Setelah matang, Umar radhiyaLlahu ‘anhu menurunkan periuk dari atas api dan berkata, “Berikan aku piring kalian!”
‘Umar radhiyallahu ‘anhu segera menuangkan isi periuk ke dalam piring itu dan menghidangkannya kepada anak-anak dari wanita itu seraya berkata, “Makanlah.”
Anak-anak pun makan hingga kenyang. Wanita itu kemudian berdo’a untuk lelaki yang mengantarkan makanan dan memasakkannya –yang tidak lain adalah ‘Umar bin Khaththab— agar dikaruniai ganjaran pahala tanpa ia mengenali bahwa yang dido’akannya adalah ‘Umar radhiyaLlahu ‘anhu. ‘Umar masih bersama mereka hingga anak-anak itu tertidur pulas. Setelah itu ‘Umar memberikan nafkah kepada mereka sebelum beranjak meninggalkan tempat itu..
Kepada Aslam radhiyaLlahu ‘anhu, ‘Umar berkata kepadaku: “Wahai Aslam, sesungguhnya rasa laparlah yang membuat mereka tidak dapat tidur.”
Kisah shahih yang sangat masyhur ini hanyalah satu di antara sekian banyak teladan ‘Umar bin Khaththab radhiyaLlahu ‘anhu. Inilah pemimpin yang takut kenyang sendiri